MENURUT AHLI SEJARAH NON-MUSLIM
(dikutip dari SEJARAH HIDUP MUHAMMAD)
PENDAPAT MUIR
Sebenarnya apa yang diterangkan kaum Orientalis dalam hal ini cukup banyak. Tapi coba kita ambil apa yang ditulis oleh Sir William Muir dalam The Life of Mohammad supaya mereka yang sangat berlebih-lebihan dalam memandang sejarah dan dalam memandang diri mereka yang biasanya menerima begitu saja apa yang dikatakan orang tentang pemalsuan dan perubahan Qur'an itu, dapat melihat sendiri. Muir adalah seorang penganut Kristen yang teguh dan yang juga berdakwah untuk itu. Diapun ingin sekali tidak akan membiarkan setiap kesempatan melakukan kritik terhadap Nabi dan Qur'an, dan berusaha memperkuat kritiknya.
Ketika bicara tentang Qur'an dan akurasinya yang sampai kepada kita, Sir William Muir menyebutkan:
"Wahyu Ilahi itu adalah dasar rukun Islam. Membaca beberapa ayat merupakan bagian pokok dari sembahyang sehari-hari yang bersifat umum atau khusus. Melakukan pembacaan ini adalah wajib dan sunah, yang dalam arti agama adalah perbuatan baik yang akan mendapat pahala bagi yang melakukannya. Inilah sunah pertama yang sudah merupakan konsensus. Dan itu pula yang telah diberitakan oleh wahyu. Oleh karena itu yang hafal Qur'an di kalangan Muslimin yang mula-mula itu banyak sekali, kalau bukan semuanya. Sampai-sampai di antara mereka pada awal masa kekuasaan Islam itu ada yang dapat membaca sampai pada ciri-cirinya yang khas. Tradisi Arab telah membantu pula mempermudah pekerjaan ini. Kecintaan mereka luar biasa besarnya. Oleh karena untuk memburu segala yang datang dari para penyairnya tidak mudah dicapai, maka seperti dalam mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan nasab keturunan dan kabilah-kabilah mereka, sudah biasa pula mereka mencatat sajak-sajak itu dalam lembaran hati mereka sendiri. Oleh karena itu daya ingat (memori) mereka tumbuh dengan subur. Kemudian pada masa itu mereka menerima Qur'an dengan persiapan dan dengan jiwa yang hidup. Begitu kuatnya daya ingat sahabat-sahabat Nabi, disertai pula dengan kemauan yang luar biasa hendak nnenghafal Qur'an, sehingga mereka, bersama-sama dengan Nabi dapat mengulang kembali dengan ketelitian yang meyakinkan sekali segala yang diketahui dari pada Nabi sampai pada waktu mereka membacanya itu."
"Sungguhpun dengan tenaga yang sudah menjadi ciri khas daya ingatnya itu, kita juga bebas untuk tidak melepaskan kepercayaan kita bahwa kumpulan itu adalah satu-satunya sumber. Tetapi ada alasan kita yang akan membuat kita yakin, bahwa sahabat-sahabat Nabi menulis beberapa macam naskah selama masa hidupnya dari berbagai macam bagian dalam Qur'an. Dengan naskah-naskah inilah hampir seluruhnya Qur'an itu ditulis. Pada umumnya tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat mengajarkan tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat mengajarkan tulis-menulis kepada kaum Anshar di Medinah, sebagai imbalannya mereka dibebaskan. Meskipun penduduk Medinah dalam pendidikan tidak sepandai penduduk Mekah, namun banyak juga di antara mereka yang pandai tulis-menulis sejak sebelum Islam. Dengan adanya kepandaian menulis ini, mudah saja kita mengambil kesimpulan tanpa salah, bahwa ayat-ayat yang dihafal menurut ingatan yang sangat teliti itu, itu juga yang dituliskan dengan ketelitian yang sama pula."
"Kemudian kitapun mengetahui, bahwa Muhammad telah mengutus seorang sahabat atau lebih kepada kabilah-kabilah yang sudah menganut Islam, supaya mengajarkan Qur'an dan mendalami agama. Sering pula kita membaca, bahwa ada utusan-utusan yang pergi membawa perintah tertulis mengenai masalah-masalah agama itu. Sudah tentu mereka membawa apa yang diturunkan oleh wahyu, khususnya yang berhubungan dengan upacara-upacara dan peraturan-peraturan Islam serta apa yang harus dibaca selama melakukan ibadat."
PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI
"Qur'an sendiripun menentukan adanya itu dalam bentuk tulisan. Begitu juga buku-buku sejarah sudah menentukan demikian, ketika menerangkan tentang Islamnya Umar, tentang adanya sebuah naskah Surat ke-20 [Surah Taha] milik saudaranya yang perempuan dan keluarganya. Umar masuk Islam tiga atau empat tahun sebelum Hijrah. Kalau pada masa permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling dipertukarkan, tatkala jumlah kaum Muslimin masih sedikit dan mengalami pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan sekali, bahwa naskah-naskah tertulis itu sudah banyak jumlahnya dan sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak kekuasaannya dan kitab itu sudah menjadi undang-undang seluruh bangsa Arab."
BILA BERSELISIH KEMBALI KEPADA NABI
"Demikian halnya Qur'an itu semasa hidup Nabi, dan demikian juga halnya kemudian sesudah Nabi wafat; tetap tercantum dalam kalbu kaum mukmin. Berbagai macam bagiannya sudah tercatat belaka dalam naskah-naskah yang makin hari makin bertambah jumlahnya itu. Kedua sumber itu sudah seharusnya benar-benar cocok. Pada waktu itu pun Qur'an sudah sangat dilindungi sekali, meskipun pada masa Nabi masih hidup, dengan keyakinan yang luarbiasa bahwa itu adalah kalam Allah. Oleh karena itu setiap ada perselisihan mengenai isinya, untuk menghindarkan adanya perselisihan demikian itu, selalu dibawa kepada Nabi sendiri. Dalam hal ini ada beberapa contoh pada kita: 'Amr bin Mas'ud dan Ubayy bin Ka'b membawa hal itu kepada Nabi. Sesudah Nabi wafat, bila ada perselisihan, selalu kembali kepada teks yang sudah tertulis dan kepada ingatan sahabat-sahabat Nabi yang terdekat serta penulis-penulis wahyu."
PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA
"Sesudah selesai menghadapi peristiwa Musailima - dalam perang Ridda - penyembelihan Yamama telah menyebabkan kaum Muslimin banyak yang mati, di antaranya tidak sedikit mereka yang telah menghafal Qur'an dengan baik. Ketika itu Umar merasa kuatir akan nasib Qur'an dan teksnya itu; mungkin nanti akan menimbulkan keragu-raguan orang bila mereka yang telah menyimpannya dalam ingatan itu, mengalami suatu hal lalu meninggal semua. Waktu itulah ia pergi menemui Khalifah Abu Bakr dengan mengatakan: "Saya kuatir sekali pembunuhan terhadap mereka yang sudah hafal Qur'an itu akan terjadi lagi di medan pertempuran lain selain Yamama dan akan banyak lagi dari mereka yang akan hilang. Menurut hemat saya, cepat-cepatlah kita bertindak dengan memerintahkan pengumpulan Qur'an."
"Abu Bakr segera menyetujui pendapat itu. Dengan maksud tersebut ia berkata kepada Zaid bin Thabit, salah seorang Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas dan saya tidak meragukan kau. Engkau adalah penulis wahyu pada Rasulullah s.a.w. dan kau mengikuti Qur'an itu; maka sekarang kumpulkanlah.''
"Oleh karena pekerjaan ini terasa tiba-tiba sekali di luar dugaan, mula-mula Zaid gelisah sekali. Ia masih meragukan gunanya melakukan hal itu dan tidak pula menyuruh orang lain melakukannya. Akan tetapi akhirnya ia mengalah juga pada kehendak Abu Bakr dan Umar yang begitu mendesak. Dia mulai berusaha sungguh-sungguh mengumpulkan surah-surah dan bagian-bagiannya dari segenap penjuru, sampai dapat juga ia mengumpulkan yang tadinya di atas daun-daunan, di atas batu putih, dan yang dihafal orang. Setengahnya ada yang menambahkan, bahwa dia juga mengumpulkannya dari yang ada pada lembaran-lembaran, tulang-tulang bahu dan rusuk unta dan kambing. Usaha Zaid ini mendapat sukses."
"Ia melakukan itu selama dua atau tiga tahun terus-menerus, mengumpulkan semua bahan-bahan serta menyusun kembali seperti yang ada sekarang ini, atau seperti yang dilakukan Zaid sendiri membaca Qur'an itu di depan Muhammad, demikian orang mengatakan. Sesudah naskah pertama lengkap adanya, oleh Umar itu dipercayakan penyimpanannya kepada Hafsha, puterinya dan isteri Nabi. Kitab yang sudah dihimpun oleh Zaid ini tetap berlaku selama khilafat Umar, sebagai teks yang otentik dan sah.
"Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca, yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah itu yang disalin dari naskah Zaid. Dunia Islam cemas sekali melihat hal ini. Wahyu yang didatangkan dari langit itu "satu," lalu dimanakah sekarang kesatuannya? Hudhaifa yang pernah berjuang di Armenia dan di Azerbaijan, juga melihat adanya perbedaan Qur'an orang Suria dengan orang Irak."
MUSHAF USMAN
"Karena banyaknya dan jauhnya perbedaan itu, ia merasa gelisah sekali. Ketika itu ia lalu meminta agar Usman turun tangan. "Supaya jangan ada lagi orang berselisih tentang kitab mereka sendiri seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani." Khalifahpun dapat menerima saran itu. Untuk menghindarkan bahaya, sekali lagi Zaid bin Thabit dimintai bantuannya dengan diperkuat oleh tiga orang dari Quraisy. Naskah pertama yang ada di tangan Hafsha lalu dibawa, dan cara membaca yang berbeda-beda dari seluruh persekemakmuran Islam itupun dikemukakan, lalu semuanya diperiksa kembali dengan pengamatan yang luarbiasa, untuk kali terakhir. Kalaupun Zaid berselisih juga dengan ketiga sahabatnya dari Quraisy itu, ia lebih condong pada suara mereka mengingat turunnya wahyu itu menurut logat Quraisy, meskipun dikatakan wahyu itu diturunkan dengan tujuh dialek Arab yang bermacam-macam."
"Selesai dihimpun, naskah-naskah menurut Qur'an ini lalu dikirimkan ke seluruh kota persekemakmuran. Yang selebihnya naskah-naskah itu dikumpulkan lagi atas perintah Khalifah lalu dibakar. Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada Hafsha."
PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN
"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf Usman. Begitu cermat pemeliharaan atas Qur'an itu, sehingga hampir tidak kita dapati -bahkan memang tidak kita dapati- perbedaan apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang tersebar ke seluruh penjuru dunia Islam yang luas itu. Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad kemudian sesudah Muhammad wafat - telah menimbulkan adanya kelompok-kelompok yang marah dan memberontak sehingga dapat menggoncangkan kesatuan dunia Islam - dan memang demikian adanya - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu tetap menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang hanya mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa apa yang ada di depan kita sekarang ini tidak lain adalah teks yang telah dihimpun atas perintah Usman yang malang itu.
"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain Qur'an yang sampai empatbelas abad lamanya tetap lengkap dengan teks yang begitu murni dan cermatnya. Adanya cara membaca yang berbeda-beda itu sedikit sekali untuk sampai menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya terbatas hanya pada cara mengucapkan huruf hidup saja atau pada tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya timbul hanya belakangan saja dalam sejarah, yang tak ada hubungannya dengan Mushhaf Usman."
"Sekarang, sesudah ternyata bahwa Qur'an yang kita baca ialah teks Mushhaf Usman yang tidak berubah-ubah, baiklah kita bahas lagi: Adakah teks ini yang memang persis bentuknya seperti yang dihimpun oleh Zaid sesudah adanya persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara membaca yang hanya sedikit sekali jumlahnya dan tidak pula penting itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali, bahwa memang demikian. Tidak ada dalam berita-berita lama atau yang patut dipercaya yang melemparkan kesangsian terhadap Usman sedikitpun, bahwa dia bermaksud mengubah Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah kemudian menuduh bahwa dia mengabaikan beberapa ayat yang mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat diterima akal. Ketika Mushhaf ini diakui, antara pihak Umawi dengan pihak Alawi (golongan Mu'awiya dan golongan Ali) belum terjadi sesuatu perselisihan faham. Bahkan persatuan Islam masa itu benar-benar kuat tanpa ada bahaya yang mengancamnya. Di samping itu juga Ali belum melukiskan tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap. Jadi tak adalah maksud-maksud tertentu yang akan membuat Usman sampai melakukan pelanggaran yang akan sangat dibenci oleh kaum Muslimin itu. Orang-orang yang memahami dan hafal benar Qur'an seperti yang mereka dengar sendiri waktu Nabi membacanya mereka masih hidup tatkala Usman mengumpulkan Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan Ali itu sudah ada, tentu terdapat juga teksnya di tangan pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua alasan ini saja sudah cukup untuk menghapus setiap usaha guna menghilangkan ayat-ayat itu. Lagi pula, pengikut-pengikut Ali sudah berdiri sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka mengangkat Ali sebagai Pengganti."
"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian mereka sudah memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an yang sudah terpotong-potong, dan terpotong yang disengaja pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun begitu mereka tetap membaca Qur'an yang juga dibaca oleh lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan supaya menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya. Malah ada diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya dengan tangannya sendiri."
"Memang benar bahwa para pemberontak itu telah membuat pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan Qur'an lalu memerintahkan supaya semua naskah dimusnahkan selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada langkah-langkah Usman dalam hal itu saja, yang menurut anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di balik itu tidak seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau mengubah atau menukar isi Qur'an. Tuduhan demikian pada waktu itu adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu untuk kepentingan mereka sendiri."
"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan, bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam bentuknya yang persis seperti yang dihimpun oleh Zaid bin Thabit, dengan lebih disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu dengan dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar di seluruh daerah itu."
MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP
"Tetapi sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain yang terpampang di depan kita, yakni: adakah yang dikumpulkan oleh Zaid itu merupakan bentuk yang sebenarnya dan lengkap seperti yang diwahyukan kepada Muhammad? Pertimbangan-pertimbangan di bawah ini cukup memberikan keyakinan, bahwa itu adalah susunan sebenarnya yang telah selengkapnya dicapai waktu itu:"
"Pertama - Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang sahabat yang jujur dan setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang hubungannya begitu erat sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun terakhir dalam hayatnya, serta kelakuannya dalam khilafat dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari gejala ambisi, sehingga baginya memang tak adalah tempat buat mencari kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah, sehingga tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya."
Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah menyelesaikan pengumpulan itu pada masa khilafatnya. Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum Muslimin waktu itu, tak ada perbedaan antara para penulis yang membantu melakukan pengumpulan itu, dengan seorang mu'min biasa yang miskin, yang memiliki wahyu tertulis di atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu membawanya semua kepada Zaid. Semangat mereka semua sama, ingin memperlihatkan kalimat-kalimat dan kata-kata seperti yang dibacakan oleh Nabi, bahwa itu adalah risalah dari Tuhan. Keinginan mereka hendak memelihara kemurnian itu sudah menjadi perasaan semua orang, sebab tak ada sesuatu yang lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka seperti rasa kudus yang agung itu, yang sudah mereka percayai sepenuhnya sebagai firman Allah. Dalam Qur'an terdapat peringatan-peringatan bagi barangsiapa yang mengadakan kebohongan atas Allah atau menyembunyikan sesuatu dari wahyuNya. Kita tidak akan dapat menerima, bahwa pada kaum Muslimin yang mula-mula dengan semangat mereka terhadap agama yang begitu rupa mereka sucikan itu, akan terlintas pikiran yang akan membawa akibat begitu jauh membelakangi iman."
"Kedua - Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga tahun sesudah Muhammad wafat. Kita sudah melihat beberapa orang pengikutnya, yang sudah hafal wahyu itu di luar kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian, juga sudah ada serombongan ahli-ahli Qur'an yang ditunjuk oleh pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam guna melaksanakan upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu mata rantai penghubung antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan saja bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf itu, tapi juga mempunyai segala fasilitas yang dapat menjamin terlaksananya maksud tersebut, menjamin terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam kitab itu, yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna dikumpulkan."
"Ketiga - Juga kita mempunyai jaminan yang lebih dapat dipercaya tentang ketelitian dan kelengkapannya itu, yakni bagian-bagian Qur'an yang tertulis, yang sudah ada sejak masa Muhammad masih hidup, dan yang sudah tentu jumlah naskahnyapun sudah banyak sebelum pengumpulan Qur'an itu. Naskah-naskah demikian ini kebanyakan sudah ada di tangan mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa apa yang dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan langsung dibaca sesudah pengumpulannya. Maka logis sekali kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka. Oleh karena itu keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa para penghimpun itu telah melalaikan sesuatu bagian, atau sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang terdapat di dalamnya itu, berbeda dengan yang ada dalam Mushhaf yang sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini memang ada, maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu; tak ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."
"Keempat - Isi dan susunan Qur'an itu jelas sekali menunjukkan cermatnya pengumpulan. Bagian-bagian yang bermacam-macarn disusun satu sama lain secara sederhana tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."
"Tak ada bekas tangan yang mencoba mau mengubah atau mau memperlihatkan keahliannya sendiri. Itu menunjukkan adanya iman dan kejujuran sipenghimpun dalam menjalankan tugasnya itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci itu seperti apa adanya, lalu meletakkannya yang satu di samping yang lain."
"Jadi kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu bukan hanya hasil ketelitian saja, bahkan - seperti beberapa kejadian menunjukkan - adalah juga lengkap, dan bahwa penghimpunnya tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang kuat, bahwa setiap ayat dari Qur'an itu, memang sangat teliti sekali dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."
Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William Muir seperti yang disebutkan dalam kata pengantar The Life of Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita kutip itu tidak perlu lagi rasanya kita menyebutkan tulisan Lammens atau Von Hammer dan Orientalis lain yang sama sependapat. Secara positif mereka memastikan tentang persisnya Qur'an yang kita baca sekarang, serta menegaskan bahwa semua yang dibaca oleh Muhammad adalah wahyu yang benar dan sempurna diterima dari Tuhan. Kalaupun ada sebagian kecil kaum Orientalis berpendapat lain dan beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami perubahan, dengan tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir dan sebagian besar Orientalis, yang telah mengutip dari sejarah Islam dan dari sarjana-sarjana Islam, maka itu adalah suatu dakwaan yang hanya didorong oleh rasa dengki saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.
Betapapun pandainya tukang-tukang tuduh itu menyusun tuduhannya, namun mereka tidak dapat meniadakan hasil penyelidikan ilmiah yang murni. Dengan caranya itu mereka takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali beberapa pemuda yang masih beranggapan bahwa penyelidikan yang bebas itu mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka sendiri, memalingkan muka dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang mengecam masa lampau sekalipun pengecamnya itu tidak mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
(dikutip dari SEJARAH HIDUP MUHAMMAD)
PENDAPAT MUIR
Sebenarnya apa yang diterangkan kaum Orientalis dalam hal ini cukup banyak. Tapi coba kita ambil apa yang ditulis oleh Sir William Muir dalam The Life of Mohammad supaya mereka yang sangat berlebih-lebihan dalam memandang sejarah dan dalam memandang diri mereka yang biasanya menerima begitu saja apa yang dikatakan orang tentang pemalsuan dan perubahan Qur'an itu, dapat melihat sendiri. Muir adalah seorang penganut Kristen yang teguh dan yang juga berdakwah untuk itu. Diapun ingin sekali tidak akan membiarkan setiap kesempatan melakukan kritik terhadap Nabi dan Qur'an, dan berusaha memperkuat kritiknya.
Ketika bicara tentang Qur'an dan akurasinya yang sampai kepada kita, Sir William Muir menyebutkan:
"Wahyu Ilahi itu adalah dasar rukun Islam. Membaca beberapa ayat merupakan bagian pokok dari sembahyang sehari-hari yang bersifat umum atau khusus. Melakukan pembacaan ini adalah wajib dan sunah, yang dalam arti agama adalah perbuatan baik yang akan mendapat pahala bagi yang melakukannya. Inilah sunah pertama yang sudah merupakan konsensus. Dan itu pula yang telah diberitakan oleh wahyu. Oleh karena itu yang hafal Qur'an di kalangan Muslimin yang mula-mula itu banyak sekali, kalau bukan semuanya. Sampai-sampai di antara mereka pada awal masa kekuasaan Islam itu ada yang dapat membaca sampai pada ciri-cirinya yang khas. Tradisi Arab telah membantu pula mempermudah pekerjaan ini. Kecintaan mereka luar biasa besarnya. Oleh karena untuk memburu segala yang datang dari para penyairnya tidak mudah dicapai, maka seperti dalam mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan nasab keturunan dan kabilah-kabilah mereka, sudah biasa pula mereka mencatat sajak-sajak itu dalam lembaran hati mereka sendiri. Oleh karena itu daya ingat (memori) mereka tumbuh dengan subur. Kemudian pada masa itu mereka menerima Qur'an dengan persiapan dan dengan jiwa yang hidup. Begitu kuatnya daya ingat sahabat-sahabat Nabi, disertai pula dengan kemauan yang luar biasa hendak nnenghafal Qur'an, sehingga mereka, bersama-sama dengan Nabi dapat mengulang kembali dengan ketelitian yang meyakinkan sekali segala yang diketahui dari pada Nabi sampai pada waktu mereka membacanya itu."
"Sungguhpun dengan tenaga yang sudah menjadi ciri khas daya ingatnya itu, kita juga bebas untuk tidak melepaskan kepercayaan kita bahwa kumpulan itu adalah satu-satunya sumber. Tetapi ada alasan kita yang akan membuat kita yakin, bahwa sahabat-sahabat Nabi menulis beberapa macam naskah selama masa hidupnya dari berbagai macam bagian dalam Qur'an. Dengan naskah-naskah inilah hampir seluruhnya Qur'an itu ditulis. Pada umumnya tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat mengajarkan tulis-menulis di Mekah sudah dikenal orang jauh sebelum masa kerasulan Muhammad. Tidak hanya seorang saja yang diminta oleh Nabi untuk menuliskan kitab-kitab dan surat-surat itu. Tawanan perang Badr yang dapat mengajarkan tulis-menulis kepada kaum Anshar di Medinah, sebagai imbalannya mereka dibebaskan. Meskipun penduduk Medinah dalam pendidikan tidak sepandai penduduk Mekah, namun banyak juga di antara mereka yang pandai tulis-menulis sejak sebelum Islam. Dengan adanya kepandaian menulis ini, mudah saja kita mengambil kesimpulan tanpa salah, bahwa ayat-ayat yang dihafal menurut ingatan yang sangat teliti itu, itu juga yang dituliskan dengan ketelitian yang sama pula."
"Kemudian kitapun mengetahui, bahwa Muhammad telah mengutus seorang sahabat atau lebih kepada kabilah-kabilah yang sudah menganut Islam, supaya mengajarkan Qur'an dan mendalami agama. Sering pula kita membaca, bahwa ada utusan-utusan yang pergi membawa perintah tertulis mengenai masalah-masalah agama itu. Sudah tentu mereka membawa apa yang diturunkan oleh wahyu, khususnya yang berhubungan dengan upacara-upacara dan peraturan-peraturan Islam serta apa yang harus dibaca selama melakukan ibadat."
PENULISAN QUR'AN PADA ZAMAN NABI
"Qur'an sendiripun menentukan adanya itu dalam bentuk tulisan. Begitu juga buku-buku sejarah sudah menentukan demikian, ketika menerangkan tentang Islamnya Umar, tentang adanya sebuah naskah Surat ke-20 [Surah Taha] milik saudaranya yang perempuan dan keluarganya. Umar masuk Islam tiga atau empat tahun sebelum Hijrah. Kalau pada masa permulaan Islam wahyu itu ditulis dan saling dipertukarkan, tatkala jumlah kaum Muslimin masih sedikit dan mengalami pelbagai macam siksaan, maka sudah dapat dipastikan sekali, bahwa naskah-naskah tertulis itu sudah banyak jumlahnya dan sudah banyak pula beredar, ketika Nabi sudah mencapai puncak kekuasaannya dan kitab itu sudah menjadi undang-undang seluruh bangsa Arab."
BILA BERSELISIH KEMBALI KEPADA NABI
"Demikian halnya Qur'an itu semasa hidup Nabi, dan demikian juga halnya kemudian sesudah Nabi wafat; tetap tercantum dalam kalbu kaum mukmin. Berbagai macam bagiannya sudah tercatat belaka dalam naskah-naskah yang makin hari makin bertambah jumlahnya itu. Kedua sumber itu sudah seharusnya benar-benar cocok. Pada waktu itu pun Qur'an sudah sangat dilindungi sekali, meskipun pada masa Nabi masih hidup, dengan keyakinan yang luarbiasa bahwa itu adalah kalam Allah. Oleh karena itu setiap ada perselisihan mengenai isinya, untuk menghindarkan adanya perselisihan demikian itu, selalu dibawa kepada Nabi sendiri. Dalam hal ini ada beberapa contoh pada kita: 'Amr bin Mas'ud dan Ubayy bin Ka'b membawa hal itu kepada Nabi. Sesudah Nabi wafat, bila ada perselisihan, selalu kembali kepada teks yang sudah tertulis dan kepada ingatan sahabat-sahabat Nabi yang terdekat serta penulis-penulis wahyu."
PENGUMPULAN QUR'AN LANGKAH PERTAMA
"Sesudah selesai menghadapi peristiwa Musailima - dalam perang Ridda - penyembelihan Yamama telah menyebabkan kaum Muslimin banyak yang mati, di antaranya tidak sedikit mereka yang telah menghafal Qur'an dengan baik. Ketika itu Umar merasa kuatir akan nasib Qur'an dan teksnya itu; mungkin nanti akan menimbulkan keragu-raguan orang bila mereka yang telah menyimpannya dalam ingatan itu, mengalami suatu hal lalu meninggal semua. Waktu itulah ia pergi menemui Khalifah Abu Bakr dengan mengatakan: "Saya kuatir sekali pembunuhan terhadap mereka yang sudah hafal Qur'an itu akan terjadi lagi di medan pertempuran lain selain Yamama dan akan banyak lagi dari mereka yang akan hilang. Menurut hemat saya, cepat-cepatlah kita bertindak dengan memerintahkan pengumpulan Qur'an."
"Abu Bakr segera menyetujui pendapat itu. Dengan maksud tersebut ia berkata kepada Zaid bin Thabit, salah seorang Sekretaris Nabi yang besar: "Engkau pemuda yang cerdas dan saya tidak meragukan kau. Engkau adalah penulis wahyu pada Rasulullah s.a.w. dan kau mengikuti Qur'an itu; maka sekarang kumpulkanlah.''
"Oleh karena pekerjaan ini terasa tiba-tiba sekali di luar dugaan, mula-mula Zaid gelisah sekali. Ia masih meragukan gunanya melakukan hal itu dan tidak pula menyuruh orang lain melakukannya. Akan tetapi akhirnya ia mengalah juga pada kehendak Abu Bakr dan Umar yang begitu mendesak. Dia mulai berusaha sungguh-sungguh mengumpulkan surah-surah dan bagian-bagiannya dari segenap penjuru, sampai dapat juga ia mengumpulkan yang tadinya di atas daun-daunan, di atas batu putih, dan yang dihafal orang. Setengahnya ada yang menambahkan, bahwa dia juga mengumpulkannya dari yang ada pada lembaran-lembaran, tulang-tulang bahu dan rusuk unta dan kambing. Usaha Zaid ini mendapat sukses."
"Ia melakukan itu selama dua atau tiga tahun terus-menerus, mengumpulkan semua bahan-bahan serta menyusun kembali seperti yang ada sekarang ini, atau seperti yang dilakukan Zaid sendiri membaca Qur'an itu di depan Muhammad, demikian orang mengatakan. Sesudah naskah pertama lengkap adanya, oleh Umar itu dipercayakan penyimpanannya kepada Hafsha, puterinya dan isteri Nabi. Kitab yang sudah dihimpun oleh Zaid ini tetap berlaku selama khilafat Umar, sebagai teks yang otentik dan sah.
"Tetapi kemudian terjadi perselisihan mengenai cara membaca, yang timbul baik karena perbedaan naskah Zaid yang tadi atau karena perubahan yang dimasukkan ke dalam naskah-naskah itu yang disalin dari naskah Zaid. Dunia Islam cemas sekali melihat hal ini. Wahyu yang didatangkan dari langit itu "satu," lalu dimanakah sekarang kesatuannya? Hudhaifa yang pernah berjuang di Armenia dan di Azerbaijan, juga melihat adanya perbedaan Qur'an orang Suria dengan orang Irak."
MUSHAF USMAN
"Karena banyaknya dan jauhnya perbedaan itu, ia merasa gelisah sekali. Ketika itu ia lalu meminta agar Usman turun tangan. "Supaya jangan ada lagi orang berselisih tentang kitab mereka sendiri seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani." Khalifahpun dapat menerima saran itu. Untuk menghindarkan bahaya, sekali lagi Zaid bin Thabit dimintai bantuannya dengan diperkuat oleh tiga orang dari Quraisy. Naskah pertama yang ada di tangan Hafsha lalu dibawa, dan cara membaca yang berbeda-beda dari seluruh persekemakmuran Islam itupun dikemukakan, lalu semuanya diperiksa kembali dengan pengamatan yang luarbiasa, untuk kali terakhir. Kalaupun Zaid berselisih juga dengan ketiga sahabatnya dari Quraisy itu, ia lebih condong pada suara mereka mengingat turunnya wahyu itu menurut logat Quraisy, meskipun dikatakan wahyu itu diturunkan dengan tujuh dialek Arab yang bermacam-macam."
"Selesai dihimpun, naskah-naskah menurut Qur'an ini lalu dikirimkan ke seluruh kota persekemakmuran. Yang selebihnya naskah-naskah itu dikumpulkan lagi atas perintah Khalifah lalu dibakar. Sedang naskah yang pertama dikembalikan kepada Hafsha."
PERSATUAN ISLAM ZAMAN USMAN
"Maka yang sampai kepada kita adalah Mushhaf Usman. Begitu cermat pemeliharaan atas Qur'an itu, sehingga hampir tidak kita dapati -bahkan memang tidak kita dapati- perbedaan apapun dari naskah-naskah yang tak terbilang banyaknya, yang tersebar ke seluruh penjuru dunia Islam yang luas itu. Sekalipun akibat terbunuhnya Usman sendiri - seperempat abad kemudian sesudah Muhammad wafat - telah menimbulkan adanya kelompok-kelompok yang marah dan memberontak sehingga dapat menggoncangkan kesatuan dunia Islam - dan memang demikian adanya - namun Qur'an yang satu, itu juga yang selalu tetap menjadi Qur'an bagi semuanya. Demikianlah, Islam yang hanya mengenal satu kitab itu ialah bukti yang nyata sekali, bahwa apa yang ada di depan kita sekarang ini tidak lain adalah teks yang telah dihimpun atas perintah Usman yang malang itu.
"Agaknya di seluruh dunia ini tak ada sebuah kitabpun selain Qur'an yang sampai empatbelas abad lamanya tetap lengkap dengan teks yang begitu murni dan cermatnya. Adanya cara membaca yang berbeda-beda itu sedikit sekali untuk sampai menimbulkan keheranan. Perbedaan ini kebanyakannya terbatas hanya pada cara mengucapkan huruf hidup saja atau pada tempat-tempat tanda berhenti, yang sebenarnya timbul hanya belakangan saja dalam sejarah, yang tak ada hubungannya dengan Mushhaf Usman."
"Sekarang, sesudah ternyata bahwa Qur'an yang kita baca ialah teks Mushhaf Usman yang tidak berubah-ubah, baiklah kita bahas lagi: Adakah teks ini yang memang persis bentuknya seperti yang dihimpun oleh Zaid sesudah adanya persetujuan menghilangkan segi perbedaan dalam cara membaca yang hanya sedikit sekali jumlahnya dan tidak pula penting itu? Segala pembuktian yang ada pada kita meyakinkan sekali, bahwa memang demikian. Tidak ada dalam berita-berita lama atau yang patut dipercaya yang melemparkan kesangsian terhadap Usman sedikitpun, bahwa dia bermaksud mengubah Qur'an guna memperkuat tujuannya. Memang benar, bahwa Syi'ah kemudian menuduh bahwa dia mengabaikan beberapa ayat yang mengagungkan Ali. Akan tetapi dugaan ini tak dapat diterima akal. Ketika Mushhaf ini diakui, antara pihak Umawi dengan pihak Alawi (golongan Mu'awiya dan golongan Ali) belum terjadi sesuatu perselisihan faham. Bahkan persatuan Islam masa itu benar-benar kuat tanpa ada bahaya yang mengancamnya. Di samping itu juga Ali belum melukiskan tuntutannya dalam bentuknya yang lengkap. Jadi tak adalah maksud-maksud tertentu yang akan membuat Usman sampai melakukan pelanggaran yang akan sangat dibenci oleh kaum Muslimin itu. Orang-orang yang memahami dan hafal benar Qur'an seperti yang mereka dengar sendiri waktu Nabi membacanya mereka masih hidup tatkala Usman mengumpulkan Mushhaf itu. Andaikata ayat-ayat yang mengagungkan Ali itu sudah ada, tentu terdapat juga teksnya di tangan pengikut-pengikutnya yang banyak itu. Dua alasan ini saja sudah cukup untuk menghapus setiap usaha guna menghilangkan ayat-ayat itu. Lagi pula, pengikut-pengikut Ali sudah berdiri sendiri sesudah Usman wafat, lalu mereka mengangkat Ali sebagai Pengganti."
"Dapatkah diterima akal - pada waktu kemudian mereka sudah memegang kekuasaan - bahwa mereka akan sudi menerima Qur 'an yang sudah terpotong-potong, dan terpotong yang disengaja pula untuk menghilangkan tujuan pemimpin mereka?! Sungguhpun begitu mereka tetap membaca Qur'an yang juga dibaca oleh lawan-lawan mereka. Tak ada bayangan sedikitpun bahwa mereka akan menentangnya. Bahkan Ali sendiripun telah memerintahkan supaya menyebarkan naskah itu sebanyak-banyaknya. Malah ada diberitakan, bahwa ada beberapa di antaranya yang ditulisnya dengan tangannya sendiri."
"Memang benar bahwa para pemberontak itu telah membuat pangkal pemberontakan mereka karena Usman telah mengumpulkan Qur'an lalu memerintahkan supaya semua naskah dimusnahkan selain Mushhaf Usman. Jadi tantangan mereka ditujukan kepada langkah-langkah Usman dalam hal itu saja, yang menurut anggapan mereka tidak boleh dilakukan. Tetapi di balik itu tidak seorangpun yang menunjukkan adanya usaha mau mengubah atau menukar isi Qur'an. Tuduhan demikian pada waktu itu adalah suatu usaha perusakan terang-terangan. Hanya kemudian golongan Syi'ah saja yang mengatakan itu untuk kepentingan mereka sendiri."
"Sekarang kita dapat mengambil kesimpulan dengan meyakinkan, bahwa Mushhaf Usman itu tetap dalam bentuknya yang persis seperti yang dihimpun oleh Zaid bin Thabit, dengan lebih disesuaikan bahan-bahannya yang sudah ada lebih dulu dengan dialek Quraisy. Kemudian menyisihkan jauh-jauh bacaan-bacaan selebihnya yang pada waktu itu terpencar-pencar di seluruh daerah itu."
MUSHAF USMAN CERMAT DAN LENGKAP
"Tetapi sungguhpun begitu masih ada suatu soal penting lain yang terpampang di depan kita, yakni: adakah yang dikumpulkan oleh Zaid itu merupakan bentuk yang sebenarnya dan lengkap seperti yang diwahyukan kepada Muhammad? Pertimbangan-pertimbangan di bawah ini cukup memberikan keyakinan, bahwa itu adalah susunan sebenarnya yang telah selengkapnya dicapai waktu itu:"
"Pertama - Pengumpulan pertama selesai di bawah pengawasan Abu Bakr. Sedang Abu Bakr seorang sahabat yang jujur dan setia kepada Muhammad. Juga dia adalah orang yang sepenuhnya beriman pada kesucian sumber Qur'an, orang yang hubungannya begitu erat sekali dengan Nabi selama waktu duapuluh tahun terakhir dalam hayatnya, serta kelakuannya dalam khilafat dengan cara yang begitu sederhana, bijaksana dan bersih dari gejala ambisi, sehingga baginya memang tak adalah tempat buat mencari kepentingan lain. Ia beriman sekali bahwa apa yang diwahyukan kepada kawannya itu adalah wahyu dari Allah, sehingga tujuan utamanya ialah memelihara pengumpulan wahyu itu semua dalam keadaan murni sepenuhnya."
Pernyataan semacam ini berlaku juga terhadap Umar yang sudah menyelesaikan pengumpulan itu pada masa khilafatnya. Pernyataan semacam ini juga yang berlaku terhadap semua kaum Muslimin waktu itu, tak ada perbedaan antara para penulis yang membantu melakukan pengumpulan itu, dengan seorang mu'min biasa yang miskin, yang memiliki wahyu tertulis di atas tulang-tulang atau daun-daunan, lalu membawanya semua kepada Zaid. Semangat mereka semua sama, ingin memperlihatkan kalimat-kalimat dan kata-kata seperti yang dibacakan oleh Nabi, bahwa itu adalah risalah dari Tuhan. Keinginan mereka hendak memelihara kemurnian itu sudah menjadi perasaan semua orang, sebab tak ada sesuatu yang lebih dalam tertanam dalam jiwa mereka seperti rasa kudus yang agung itu, yang sudah mereka percayai sepenuhnya sebagai firman Allah. Dalam Qur'an terdapat peringatan-peringatan bagi barangsiapa yang mengadakan kebohongan atas Allah atau menyembunyikan sesuatu dari wahyuNya. Kita tidak akan dapat menerima, bahwa pada kaum Muslimin yang mula-mula dengan semangat mereka terhadap agama yang begitu rupa mereka sucikan itu, akan terlintas pikiran yang akan membawa akibat begitu jauh membelakangi iman."
"Kedua - Pengumpulan tersebut selesai selama dua atau tiga tahun sesudah Muhammad wafat. Kita sudah melihat beberapa orang pengikutnya, yang sudah hafal wahyu itu di luar kepala, dan setiap Muslim sudah hafal sebagian, juga sudah ada serombongan ahli-ahli Qur'an yang ditunjuk oleh pemerintah dan dikirim ke segenap penjuru daerah Islam guna melaksanakan upacara-upacara dan mengajar orang memperdalam agama. Dari mereka semua itu terjalinlah suatu mata rantai penghubung antara wahyu yang dibaca Muhammad pada waktu itu dengan yang dikumpulkan oleh Zaid. Kaum Muslimin bukan saja bermaksud jujur dalam mengumpulkan Qur'an dalam satu Mushhaf itu, tapi juga mempunyai segala fasilitas yang dapat menjamin terlaksananya maksud tersebut, menjamin terlaksananya segala yang sudah terkumpul dalam kitab itu, yang ada di tangan mereka sesudah dengan teliti dan sempurna dikumpulkan."
"Ketiga - Juga kita mempunyai jaminan yang lebih dapat dipercaya tentang ketelitian dan kelengkapannya itu, yakni bagian-bagian Qur'an yang tertulis, yang sudah ada sejak masa Muhammad masih hidup, dan yang sudah tentu jumlah naskahnyapun sudah banyak sebelum pengumpulan Qur'an itu. Naskah-naskah demikian ini kebanyakan sudah ada di tangan mereka semua yang dapat membaca. Kita mengetahui, bahwa apa yang dikumpulkan Zaid itu sudah beredar di tangan orang dan langsung dibaca sesudah pengumpulannya. Maka logis sekali kita mengambil kesimpulan, bahwa semua yang terkandung dalam bagian-bagian itu, sudah tercakup belaka. Oleh karena itu keputusan mereka semua sudah tepat pada tempatnya. Tidak ada suatu sumber yang sampai kepada kita yang menyebutkan, bahwa para penghimpun itu telah melalaikan sesuatu bagian, atau sesuatu ayat, atau kata-kata, ataupun apa yang terdapat di dalamnya itu, berbeda dengan yang ada dalam Mushhaf yang sudah dikumpulkan itu. Kalau yang demikian ini memang ada, maka tidak bisa tidak tentu terlihat juga, dan tentu dicatat pula dalam dokumen-dokumen lama yang sangat cermat itu; tak ada sesuatu yang diabaikan sekalipun yang kurang penting."
"Keempat - Isi dan susunan Qur'an itu jelas sekali menunjukkan cermatnya pengumpulan. Bagian-bagian yang bermacam-macarn disusun satu sama lain secara sederhana tanpa dipaksa-paksa atau dibuat-buat."
"Tak ada bekas tangan yang mencoba mau mengubah atau mau memperlihatkan keahliannya sendiri. Itu menunjukkan adanya iman dan kejujuran sipenghimpun dalam menjalankan tugasnya itu. Ia tidak berani lebih daripada mengambil ayat-ayat suci itu seperti apa adanya, lalu meletakkannya yang satu di samping yang lain."
"Jadi kesimpulan yang dapat kita sebutkan dengan meyakinkan sekali ialah, bahwa Mushhaf Zaid dan Usman itu bukan hanya hasil ketelitian saja, bahkan - seperti beberapa kejadian menunjukkan - adalah juga lengkap, dan bahwa penghimpunnya tidak bermaksud mengabaikan apapun dari wahyu itu. Juga kita dapat meyakinkan, berdasarkan bukti-bukti yang kuat, bahwa setiap ayat dari Qur'an itu, memang sangat teliti sekali dicocokkan seperti yang dibaca oleh Muhammad."
Panjang juga kita mengutip kalimat-kalimat Sir William Muir seperti yang disebutkan dalam kata pengantar The Life of Mohammad (p.xiv-xxix) itu. Dengan apa yang sudah kita kutip itu tidak perlu lagi rasanya kita menyebutkan tulisan Lammens atau Von Hammer dan Orientalis lain yang sama sependapat. Secara positif mereka memastikan tentang persisnya Qur'an yang kita baca sekarang, serta menegaskan bahwa semua yang dibaca oleh Muhammad adalah wahyu yang benar dan sempurna diterima dari Tuhan. Kalaupun ada sebagian kecil kaum Orientalis berpendapat lain dan beranggapan bahwa Qur'an sudah mengalami perubahan, dengan tidak menghiraukan alasan-alasan logis yang dikemukakan Muir dan sebagian besar Orientalis, yang telah mengutip dari sejarah Islam dan dari sarjana-sarjana Islam, maka itu adalah suatu dakwaan yang hanya didorong oleh rasa dengki saja terhadap Islam dan terhadap Nabi.
Betapapun pandainya tukang-tukang tuduh itu menyusun tuduhannya, namun mereka tidak dapat meniadakan hasil penyelidikan ilmiah yang murni. Dengan caranya itu mereka takkan dapat menipu kaum Muslimin, kecuali beberapa pemuda yang masih beranggapan bahwa penyelidikan yang bebas itu mengharuskan mereka mengingkari masa lampau mereka sendiri, memalingkan muka dari kebenaran karena sudah terbujuk oleh kepalsuan yang indah-indah. Mereka percaya kepada semua yang mengecam masa lampau sekalipun pengecamnya itu tidak mempunyai dasar kebenaran ilmiah dan sejarah.
---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar